Email: cs@halopenulis.com
Tlp/WA: +62 821-4434-3651
Beranda » Blog » 8 Gaya Bahasa dalam Puisi yang Wajib Kamu Tahu

8 Gaya Bahasa dalam Puisi yang Wajib Kamu Tahu

8 Gaya Bahasa dalam Puisi yang Wajib Kamu Tahu

Gaya bahasa atau yang juga akrab dikenal dengan sebutan majas, merupakan cara menggunakan bahasa yang khas dalam sebuah karya sastra, salah satunya puisi. Yang membuat gaya bahasa khas di sini adalah bagaimana penyair dapat menyusun kata-kata kreatif untuk menyampaikan makna dari kalimatnya.

Pemilihan kata penyair dalam merangkai puisinya akan berperan besar dalam memberi penekanan emosional dan aspek keindahan dari puisi itu sendiri. Oleh karenanya, penting untuk memahami penggunaan gaya bahasa dalam puisi agar niat seorang penyair dapat tersampaikan dengan baik.

8 Gaya Bahasa dalam Puisi yang Wajib Kamu Tahu

Melalui artikel ini, kamu akan mendapatkan pemahaman terkait jenis-jenis gaya bahasa dalam puisi, termasuk contoh penggunaannya. Informasi selengkapnya telah kami rangkum berikut ini!

Jenis-Jenis Gaya Bahasa dalam Puisi

Pada dasarnya, gaya bahasa dalam puisi terbagi menjadi empat kelompok: gaya bahasa perbandingan, pertentangan, sindiran, dan penegasan. Dari empat kelompok tersebut, terdapat delapan gaya bahasa yang umum digunakan dalam puisi, yakni:

1. Metafora

Metafora merupakan gaya bahasa dalam puisi yang sangat sering dijumpai. Masuk ke dalam kelompok gaya bahasa perbandingan, metafora identik dengan membandingkan dua hal yang berbeda untuk mewakili satu sama lain.

Ciri utama dari gaya bahasa ini yaitu tidak adanya penggunaan kata “bagai” atau “seperti”. Sehingga dalam puisi, metafora akan muncul dalam bentuk ungkapan atau sebuah kiasan, contohnya yaitu:

“Kau adalah separuh nyawaku.”

Secara harfiah, kalimat tersebut memang terdengar tidak masuk akal. Namun dalam puisi, kalimat tadi merupakan kiasan yang dapat menggambarkan perasaan seseorang yang begitu besar kepada orang yang dicintainya.

2. Personifikasi

Seperti namanya, personifikasi merupakan gaya bahasa dalam puisi yang identik dengan menghidupkan benda-benda tak bernyawa. Sering kali kalian menemui benda yang diberikan kata kerja layaknya manusia, seperti benda itu hidup dalam puisi.

Personifikasi masuk dalam kelompok gaya bahasa perbandingan. Sama halnya dengan metafora, personifikasi ditujukan untuk membandingkan benda mati tadi dengan sesuatu yang hidup. Perhatikan contoh berikut!

“Bunga itu menari-nari di kebun.”

Walaupun bunga merupakan makhluk hidup, namun bunga tidak dapat menari-nari layaknya manusia. Kalimat tersebut hanya mengungkapkan bagaimana angin bertiup di kebun dan membuat bunga seolah-olah menari.

3. Hiperbola

Masih di kategori yang sama yakni perbandingan, hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-melebihkan sesuatu. Majas ini berfungsi untuk memperkuat makna dengan cara membuat perbandingan yang berlebihan.

Pemilihan bahasa dalam hiperbola biasanya akan dramatis dan tidak masuk akal. Bahkan untuk membayangkannya saja sudah terkesan tidak realistis. Di bawah ini merupakan contoh majas hiperbola:

“Cintaku padamu sedalam lautan.”

Contoh di atas membandingkan cinta seseorang dengan lautan. Yang mana lautan memiliki rata-rata kedalaman yang tidak dapat dijangkau manusia. Artinya, cinta tadi begitu besar.

4. Ironi

Ironi termasuk dalam kelompok gaya bahasa sindiran. Majas ini menyampaikan makna berbanding terbalik dengan apa yang sebetulnya.Sehingga memberi kesan mengolok-olok.

Walaupun begitu, penyampaian makna dengan gaya bahasa ironi lebih tersirat. Pembaca diharuskan menebak-nebak karena bahasa yang digunakan cenderung tidak frontal. Berikut contoh majas ironi dalam puisi:

“Merdu sekali suara lelaki itu, sampai orang-orang menutup telinga mendengarnya bernyanyi.”

Makna kalimat dalam contoh tersebut bukan berarti si lelaki memiliki suara yang sangat merdu. Melainkan suaranya begitu sumbang hingga tidak ada yang ingin mendengarnya bernyanyi. Namun, pesan tersebut disampaikan secara halus atau tidak frontal.

5. Sarkasme

Sarkasme juga merupakan gaya bahasa dalam puisi yang digunakan untuk menyindir. Jika ironi lebih ke aksi pura-pura, maka sarkasme lebih terang-terangan atau frontal.

Sarkasme lebih memiliki sifat emosional. Penggunaanya didasari emosi negatif yang digunakan untuk menyerang perasaan pembaca atau pihak tertentu. Walau begitu, tidak semua sarkasme digunakan untuk mengatakan hal yang sebenarnya, tergantung dari tujuan penyair itu sendiri. Contoh gaya bahasa sarkasme yaitu:

“Omong kosong apa lagi yang dikatakan dia kali ini.”

Dari contoh tersebut, pemilihan kata “omong kosong” digunakan untuk mengejek langsung seseorang. Tidak ada bahasa yang diperhalus. Pembaca dapat secara spontan mengartikan kalimatnya.

6. Repetisi

Repetisi yakni penggunaan kata atau frasa yang berulang-ulang dengan tujuan menekankan makna. Dalam kelompok majas, repetisi termasuk pada kategori penegasan.

Kata-kata yang diulang tidak harus dalam satu kalimat yang sama, tetapi juga pada barisan dalam puisi yang berbeda. Selain itu, pengulangan ini juga digunakan untuk membangun intensitas perasaan, seperti rindu, sedih, maupun marah, contohnya yaitu:

“Aku rindu senyummu. Aku rindu pelukmu. Aku rindu kamu.”

Frasa “aku rindu” disebutkan berulang kali pada contoh di atas. Hal ini ditujukan untuk menambah emosi pada kalimatnya.

7. Litotes

Pada kelompok pertentangan ada litotes. Majas litotes merupakan gaya bahasa dalam puisi yang digunakan untuk meninggikan sesuatu dengan merendahkan diri. Gaya bahasa ini berkebalikan dari hiperbola yang melebih-lebihkan.

Pada penggunaannya, litotes cenderung seperti menunjukan kerendahan hati. Makna disampaikan dengan tidak berlebihan, contohnya yakni sebagai berikut:

“Mohon masukannya. Tulisanku masih jauh dari kata sempurna.”

Kalimat di atas menggunakan litotes untuk kesopanan. Padahal bisa saja tulisan yang dimaksud telah dirangkai dengan baik, tetapi penggunaan litotes di sini dapat memberi kesan lebih rendah diri atau menghindari kesan sombong.

8. Paradoks

Majas paradoks menyatakan dua hal yang berlawanan, tetapi sebetulnya mengandung kebenaran. Gaya bahasa ini masuk pada kategori yang sama dengan litotes yakni pertentangan.

Selain mengandung kontradiksi, majas paradoks juga bertentangan dengan logika jika dibaca sekilas. Namun jika dipahami mengandung makna yang lebih dalam. Hanya saja dikemas dengan lebih kompleks, seperti contoh berikut ini:

“Semakin kukejar, semakin kau jauh.”

Secara sekilas, kalimat tersebut sulit masuk logika. Akan tetapi paradoks ini menunjukkan bahwa terdapat konflik batin seseorang yang justru merasa semakin jauh setelah mengejar orang lain.

Contoh Analisis Gaya Bahasa dalam Puisi

8 Gaya Bahasa dalam Puisi yang Wajib Kamu Tahu

Setelah mengetahui jenis-jenis gaya bahasa dalam puisi dan pengelompokkannya, mari kita bersama-sama menganalisa majas pada tiga bait pertama puisi W.S. Rendra yang berjudul “Sajak Sebatang Lisong” di bawah ini:

Bait 1

Menghisap sebatang lisong,
melihat Indonesia Raya,
Mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang
berak di atas kepala mereka.

Pada bait tersebut terdapat dua majas yang digunakan yakni metafora dan hiperbola. Kata “cukong” merupakan metafora dari penguasa elit yang menindas rakyat kecil. Begitu juga kalimat “berak di atas kepala mereka” yang memberi kiasan tentang penindasan rakyat secara sewenang-wenang.

Lalu hiperbola terlihat pada kalimat “mendengar 130 juta rakyat” sebagai gambaran betapa hebatnya mereka dalam “mendengar” seluruh rakyat. Dapat juga dimaknai sebagai penderitaan rakyat yang teramat dalam.

Bait 2

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.

Majas hiperbola kembali terlihat di bait kedua pada kalimat “delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan”. Penggunaan angka tersebut memperkuat makna dalam puisi yang ditujukan untuk memberi kritik pada sistem pendidikan.

Bait 3

Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papan tulis-papan tulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Kalimat “pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan” di atas merupakan gaya bahasa personifikasi. Pertanyaan dikatakan seolah-seolah ia sesuatu yang bisa membentur meja. Selain itu, papan tulis di sini juga merupakan metafora dari sistem pendidikan itu sendiri.

Pada kenyataannya, gaya bahasa dalam puisi tidak hanya sebatas delapan yang disebutkan tadi saja. Akan tetapi, delapan gaya bahasa merupakan beberapa yang sering bermunculan, sehingga wajib diketahui terutama bagi pemula.

Untuk memahami lebih lanjut penggunaan gaya bahasa dalam puisi, jangan hanya membaca definisi dan maksudnya. Namun rajin-rajinlah juga untuk mengidentifikasi atau mencoba mempraktikan penggunaan gaya bahasa itu sendiri. Selamat mencoba!

Tuliskan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

×

Keranjang belanja

Tidak ada produk di keranjang.

Kembali ke toko